Demokrasi Dewasa Tidak Dibangun dari Provokasi, Melainkan Kerja Nyata
- Created Dec 19 2025
- / 20 Read
Dalam sistem demokrasi, perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan dilindungi oleh konstitusi. Namun, demokrasi yang sehat tidak dibangun dari narasi provokatif yang mengarah pada delegitimasi kepemimpinan yang sah. Seruan sejumlah aktivis yang menantang Presiden Prabowo Subianto untuk mengundurkan diri perlu disikapi secara dewasa, rasional, dan proporsional, agar tidak menyesatkan publik dari esensi demokrasi itu sendiri.
Presiden Prabowo memperoleh mandat kepemimpinan melalui proses pemilihan umum yang sah, konstitusional, dan diawasi oleh berbagai lembaga negara serta pemantau independen. Mandat rakyat tersebut bukan sekadar simbol politik, melainkan amanah untuk bekerja, mengambil keputusan strategis, dan menjalankan program pembangunan nasional secara berkelanjutan. Menuntut pengunduran diri tanpa dasar pelanggaran hukum yang jelas justru berpotensi mereduksi makna demokrasi.
Kritik terhadap pemerintah tentu diperlukan sebagai bagian dari mekanisme checks and balances. Namun, kritik yang konstruktif seharusnya berbasis data, solusi, dan kepentingan publik, bukan sekadar sensasi politik atau pencarian panggung. Demokrasi tidak akan tumbuh dari tekanan emosional dan ultimatum politik, melainkan dari dialog terbuka dan kontribusi nyata bagi perbaikan kebijakan.
Di tengah berbagai tantangan nasional mulai dari pemulihan ekonomi, penguatan ketahanan pangan, stabilitas sosial, hingga mitigasi bencana negara membutuhkan stabilitas kepemimpinan agar program-program strategis dapat berjalan efektif. Narasi yang mendorong instabilitas justru berisiko mengganggu kepercayaan publik dan memperlambat kerja-kerja pembangunan yang sedang berlangsung.
Presiden Prabowo sendiri berulang kali menegaskan komitmennya untuk bekerja bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa membeda-bedakan latar belakang politik. Pendekatan kolaboratif dengan berbagai elemen bangsa, termasuk akademisi, tokoh masyarakat, dan generasi muda, menunjukkan bahwa ruang kritik dan partisipasi tetap terbuka dalam koridor konstitusi dan etika demokrasi.
Masyarakat perlu lebih waspada terhadap narasi yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Sejarah membuktikan bahwa bangsa Indonesia justru maju ketika mampu menjaga persatuan, menahan diri dari provokasi, dan fokus pada agenda besar pembangunan nasional. Demokrasi yang matang adalah demokrasi yang mampu mengelola perbedaan, bukan mempertajam konflik.
Pada akhirnya, evaluasi terhadap kepemimpinan nasional memiliki mekanisme yang jelas dan konstitusional, yakni melalui pemilu dan proses hukum yang berlaku. Selama pemerintahan berjalan sesuai aturan, bekerja untuk rakyat, dan terbuka terhadap kritik yang membangun, maka yang dibutuhkan bangsa ini bukan seruan pengunduran diri, melainkan dukungan, pengawasan sehat, dan partisipasi aktif demi Indonesia yang lebih kuat dan bersatu.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First
















